Kamis, 19 Maret 2009

Sinusitis maksilaris kronis

Sinusitis maksilaris kronis menduduki urutan ke-5 dari 10 besar kasus terbanyak di poli THT RSU Dr. Saiful Anwar Malang pada tahun 2006 dengan 918 (6,39%) kasus baru dari 14.349 kasus THT. Sedangkan di poli khusus THT rinologi alergi didapatkan 161 (19,47%) kasus penderita sinusitis maksilaris kronis dari 827 kasus rinologi alergi.


Secara umum, anamnesis dan pemeriksaan fisik harus dilakukan dalam diagnosis rutin sinusitis maksilaris kronik. Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis sinusitis maksilaris, yaitu transiluminasi, radiologis serta pungsi dan aspirasi.2 Pemeriksaan plain foto radiografi dilakukan untuk melihat keadaan sinus maksilaris, posisi yang terbaik adalah occipitomental (Waters).

Penatalaksanaan sinusitis adalah dengan menggunakan berbagai modalitas terapi, mulai dari terapi konservatif saja sampai irigasi sinus dan pembedahan. Kebanyakan penderita sinusitis dapat diterapi dengan baik menggunakan pendekatan konservatif dengan antibiotika dan dekongestan dan atau dengan tambahan short wave diathermy (SWD) atau low level laser therapy (LLLT).
LLLT dilaporkan mempunyai efek biomodulasi : mengurangi inflamasi, meningkatkan respon imunologis, mengurangi rasa nyeri serta mempercepat penyembuhan luka.4,5 Saat ini LLLT sudah cukup sering digunakan di beberapa rumah sakit, namun terapi dengan SWD untuk sinutitis juga masih digunakan. Pemberian diatermi ini menguntungkan oleh karena tidak invasif terutama untuk anak-anak dan prosedurnya lebih sederhana bila dibandingkan dengan irigasi. Short wave diathermy dikatakan efektif untuk sinusitis kronik karena membantu drainase sinus dengan membuka ostium sinus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar